Selasa, 02 Desember 2014

Aku dan Ratu Matahari

Aku Si kulit pisang, tak akan berhenti berpuisi, bukan tentang revolusi atau demokrasi tapi tentang cinta-mencintai. Dengan warna kulit kusut dan meghitam, aku rela terbakar oleh sinar Haryanti, wanita cantik berambut ikal dengan lesung di pipi itu aku sebut matahari. bukan tanpa alasan aku berkata seperti itu, karena aku punya janji akan membangun sebuah istana dengan nama "ISTANA RATU MATAHARI" untuk mu, untuk kita setelah kepulangan ku dari negeri yang kerap membuatku gelisah.
Dimeja ini, jari jemari tak pernah berhenti menari mengambarkan ribuan perasaan hati, bayang mu tak henti menyelimuti bahkan sampai pagi tadi mentari menari dengan irama kenari.
aku disini di rinai air mata yang terus dibendung oleh kelopak, selalu berdo'a kelak kita bisa masih bisa merayakan kebahagian atau kesedihan meski hanya dengan secangkir kopi.
Oh ia, masihkah kamu simpan foto yang kita ambil dipermukaan sawah kampung halaman, dengan latar langit mendung dan sejuta rona jingga pada senja? :) aku rindu itu, tampak indah diwajah mu dengan kaca mata hitam andalan ku, sesekali kita tersenyum saat mata bertemu pada kaca besi tua ku. Kita tak henti bermimpi kala itu, dengan desing irama djanggo kita layaknya sepasang koboi yang menantang senja. ahh kapan kita seperti itu lagi? aku rindu...